Bagaimana Cara Membentuk dan Meluruskan Akhlak – KonsultasiSyariah.com

Salah satu doa Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Ya Allah! Berilah petunjuk kepadaku menuju akhlak yang baik, karena tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepada akhlak yang baik selain Engkau, dan jauhkanlah aku dari akhlak yang buruk, karena tidak ada yang dapat menjauhkan dari akhlak yang buruk selain Engkau.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga memuji Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam karena kebaikan akhlaknya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).

Perhatian besar agama Islam terhadap akhlak menarik perhatian banyak penulis, bahkan dari kalangan non-Muslim, sehingga mereka mereka menyebutnya sebagai agama akhlak. Dari sini, setiap Muslim harus mengerti dan memahami bagaimana karakter seseorang itu terbangun, sehingga ia dapat membentuk akhlak yang baik dan terlepas dari akhlak yang buruk selama perjalanan hidupnya, hingga ia dapat mencapai derajat tertinggi dari kesempurnaan akhlak yang mungkin diraih.

Setiap orang yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan bagian hasil usahanya. Dan di sini kami akan menyebutkan secara singkat beberapa sarana untuk membentuk akhlak, lalu menyebutkan tiga aspek utama pelurusan akhlak, agar seorang insan dapat menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan terbebas dari akhlak yang tercela secara bertahap.

Sarana-sarana pembentuk akhlak

1. Ilmu.
   Karena dengan ilmu, seseorang dapat mengetahui macam-macam akhlak mulia yang diperintahkan dalam agama Islam dan macam-macam akhlak tercela yang dilarang dalam agama Islam. Ilmu merupakan perkara urgen agar seorang Muslim mengetahui akhlak apa yang harus ada dalam dirinya dan akhlak mana yang harus dia jauhi.

2. Menghubungkan antara macam-macam akhlak yang telah ia pelajari dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
   Dia harus mengetahui sepenuhnya bagaimana akhlak baik yang ia terapkan dapat menjadi sebab untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan masuk surga, juga sebab terbebasnya dirinya dari kemunafikan dan kelemahan iman.

3. Sebatas ilmu tadi itu tidak cukup.
   Tapi juga harus diiringi dengan penghayatan secara berkelanjutan terhadap akhlak-akhlak yang ia pelajari, dan penerapan secara praktik dalam berbagai momen kehidupan sehari-hari dengan penuh makna dan konsistensi, hingga akhlak tersebut menjadi sifat mendasar dalam dirinya.

4. Memberi perhatian besar pada penguatan makna-makna akidah Islam dalam diri.
   Dan yang terpenting adalah keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Hari Kiamat, dan kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, serta meyakini bahwa manusia akan meninggalkan dunia ini lalu mendapat balasan atas amalannya, jika amalannya baik, maka balasan yang diterima juga baik, dan begitu juga sebaliknya.

5. Menerapkan amal-amal baik yang dapat mendukung pembentukan akhlak.
   Memudahkan terserapnya budi pekerti yang mulia, dan membebaskan diri dari akhlak-akhlak yang tercela, karena ilmu saja tidak cukup, tapi harus diiringi dengan pengamalan, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwanya).” (QS. Asy-Syams: 9). Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak sekedar berfirman, “Sungguh beruntung orang yang belajar bagaimana cara menyucikan jiwa.”

6. Mulai dari sinilah tampak peran ibadah-ibadah yang merupakan amal kebaikan yang berimbas pada terbentuknya akhlak.
   Karena ia dapat menyucikan jiwa dan menambah kejernihan, kekuatan, dan ketahanannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang shalat:

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45). Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman tentang zakat:

“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka.” (QS. At-Taubah: 103).

Puasa juga dapat mendidik jiwa untuk bersabar, memiliki tekad dan keteguhan kuat, dan membersihkannya dari riya. Sedangkan haji merupakan pembiasaan kesabaran, keikhlasan, pengendalian syahwat jasmani, dan pengorbanan harta dan waktu dalam hal yang dicintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain, jika terus diamalkan akan menyucikan jiwa dan makna-makna keimanan akan terus terpancar darinya.

7. Menyelisihi akhlak-akhlak buruk yang ingin dihindari.
   Kita semua pasti memiliki akhlak-akhlak buruk yang ingin kita sudahi, dan menyelisihi akhlak-akhlak itu merupakan cara yang pas agar bisa terbebas darinya. Disebutkan dalam hadis bahwa ada seorang lelaki yang mengadu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam atas kekerasan hatinya. Lalu Beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda kepadanya:

“Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.”

Duduknya orang sombong dengan orang-orang fakir miskin merupakan obat mujarab bagi kesombongannya. Juga mengerahkan hal-hal yang dianggap remeh orang-orang dapat membantunya untuk sembuh dari sifat sombong, seperti memikul kayu bakar atau membawa sendiri barang-barang kebutuhannya.

Begitu juga dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Apabila salah seorang dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk, jika kemarahannya hilang dengan itu (maka itulah yang diharapkan), dan jika tidak, maka hendaklah ia berbaring.”

8. Menggunakan metode pemaksaan diri.
   Yakni seseorang memaksakan diri untuk mengamalkan akhlak-akhlak yang ingin dibentuk, sebagai contoh, jika dia ingin menjadi orang yang sabar dan santun, hendaklah dia memaksakan dirinya seperti itu berulang kali hingga dirinya terbiasa dan terlatih, sehingga sifat itu akhirnya menjadi tabiatnya. Dalam hadis disebutkan:

“Sesungguhnya ilmu itu diraih dengan belajar dengan keras, dan kesabaran itu diraih dengan memaksakan diri untuk bersabar.” 

Ini tentu membutuhkan pengulangan berkali-kali hingga dapat terlihat hasilnya.

9. Berinteraksi dan bergaul dengan orang-orang beriman yang punya akhlak mulia, dan mendengar ucapan mereka.
   Karena melihat orang-orang saleh yang berakhlak mulia, berinteraksi dengan mereka, dan mendengar ucapan mereka akan memberi pengaruh pada jiwa dan secara tidak sadar dia dapat meniru beberapa sifat mereka. Diriwayatkan dalam hadis dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang mukmin, dan jangan makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” 

10. Mencari teladan yang baik.

Dan sebaik-baik teladan adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Apabila kamu tidak mendapat kesempatan melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dengan mata kepalamu, maka jangan sampai kamu juga kehilangan kesempatan melihat beliau dengan mata hatimu. Apabila kamu tidak mendapat kesempatan menjadi sahabat beliau, maka jangan sampai kamu juga kehilangan kesempatan menemani jejak hidup, sejarah hidup, dan akhlak-akhlak beliau melalui membaca biografi dan hadis-hadis beliau.

Pelajarilah juga jejak hidup para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum dan akhlak mereka, karena mereka adalah hasil langsung dari tarbiyah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

11. Meninggalkan dan menjauhi lingkungan yang rusak, seperti seseorang yang menjauh dari tempat yang terkena wabah.

Seorang Muslim tidak boleh sengaja memaparkan diri pada lingkungan rusak yang dihuni orang-orang yang rusak, dengan alasan sudah punya akhlak yang kokoh tanpa takut terpengaruh oleh mereka. Ini merupakan kecongkakan dan kesalahan besar. Orang seperti itu bagaikan orang yang mendatangi tempat yang terkena wabah TBC atau semacamnya dengan alasan punya tubuh yang kuat.

Hal ini dikuatkan oleh hadis tentang pembunuh seratus orang, bagaimana seorang ulama menyarankannya untuk berpindah lingkungan agar tobatnya dapat terlaksana dengan sempurna.

12. Berusaha keras membiasakan dan meningkatkan sifat mulia apa pun, meski pun itu hanya sifat yang dianggap sederhana.

Dan tidak meremehkan sifat buruk apa pun meskipun juga dianggap hal yang biasa. Seorang muslim tidak selayaknya meremehkan akhlak baik atau buruk apa pun, karena bisa jadi sifat baik itu dapat mengangkatnya menuju derajat yang tinggi, dan bisa jadi sifat buruk itu dapat menjerumuskannya ke neraka.

Dalam hadis disebutkan:

“Jauhilah neraka meski hanya dengan secuil kurma.” 

Menjaga dan membiasakan satu sifat akan membuatnya semakin kokoh dan konsisten dilakukan, jika sifat itu baik, maka mendapat balasan yang baik, dan jika itu buruk maka mendapat balasan yang buruk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, dia akan melihat (balasan)-nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, dia akan melihat (balasan)-nya.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8).

13. Seorang muslim harus membiasakan dirinya untuk menerima nasihat orang yang berpegang teguh pada agama, mengetahui yang baik bagi dirinya, warak, dan jujur, karena seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya.

Dia melihat pada dirimu sesuatu yang tidak dapat kamu lihat sendiri. Seandainya orang itu menunjukkan kepadamu kalajengking yang merayap di badanmu, niscaya kamu akan segera berusaha melemparnya jauh-jauh darimu, dan kamu pasti berterima kasih kepadanya karena telah menunjukkan dan memperingatkanmu.

Sedangkan akhlak-akhlak tercela bagaikan akhlak-akhlak yang menyengat hati dan jiwamu, sehingga kamu harus berterima kasih kepada orang itu atas nasihatnya ketika ia mengingatkanmu dan memperingatkan dari akhlak tercela itu.

Dulu Umar bin Khattab – yang merupakan Amirul Mu’minin – berkata, “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahmati orang yang memberiku hadiah berupa aib-aibku.”

Tiga asas pelurusan akhlak

Apabila kamu diuji dengan beberapa akhlak yang buruk, janganlah berputus asa, karena kamu masih bisa mengubah akhlak itu melalui tiga hal berikut:

1. Meminimalisasi pengaruh-pengaruhnya dan tidak terus menuruti ajakannya.

Sebagai contoh, sifat mudah marah, cara terbaik untuk terbebas darinya adalah dengan tidak menuruti keinginan untuk melampiaskan kemarahan, tapi harus berhenti dari hal itu, berusaha memendamnya sebisa mungkin, dan mengalihkannya pada sikap positif yang dapat membebaskanmu dari perasaan marah itu dan tidak menyakiti orang lain.

2. Penyucian dan pembersihan kotoran-kotorannya, dan penyalurannya pada hal yang baik.

Sebagai contoh, kedermawanan dan keberanian demi mendapat pujian orang lain dan pamer, kamu harus berusaha meluruskan niatmu saat berinfak dan bersungguh-sungguh mencari bentuk infak terbaik yang dapat mendatangkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala melebihi kesungguhanmu mencari keridhaan manusia. Lakukan itu juga dalam perkara keberanian.

3. Mengganti akhlak tercela dengan akhlak terpuji, dan inilah yang memang terjadi pada orang-orang yang bertobat.

Sebagai contoh, mengganti sifat dusta dengan sifat jujur, atau sifat ingkar janji dengan sifat tepat janji. Ini dapat kamu lihat dengan jelas pada perilaku orang-orang yang bertobat.

Untuk pembahasan lebih luas, silakan merujuk kitab Ushul Da’wah karya Dr. Abdul Karim Zaidan

Sumber:

Sumber artikel PDF

🔍 Pekerjaan Wanita Dalam Islam, Wali Songo Menurut Manhaj Salaf, Menelan Dahak Saat Puasa, Pernikahan Bahagia Menurut Islam, Syarat Gugat Cerai Istri

Visited 1 times, 1 visit(s) today

Post Views: 1